FOTO ILUSTRASI (ISTIMEWA). |
KALIMANTAN BARAT, ARTIKELPUBLIK.COM - Mengawali tulisan ini, penulis ingin mengulas perjalanan penulis pada Agustus 2018 lalu terlebih dahulu, saat itu penulis mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam salah satu mata uji yang diujikan dalam UKW kala itu, terdapat mata uji wawancara cegat terhadap narasumber, dengan tema yang telah ditentukan oleh pihak penyelenggara.
Kala itu tema yang ditentukan oleh pihak penyelenggara adalah politik.
Saat itu, narasumber yang dihadirkan oleh pihak penyelenggara adalah seorang Pengamat Sosial Politik pada Universitas Tanjungpura Pontianak, yang juga sebagai Dosen di Universitas tersebut, yakni Dr. Jumadi.
Dalam wawancara cegat itu, penulis bertanya kepada Dr. Jumadi tentang bagaimana cara agar politik identitas dapat sirna (hilang) di muka bumi ini (Indonesia).
Berdasarkan pengalaman penulis bahwa politik identitas di Indonesia masih marak terjadi, sehingga untuk keluar dari lingkaran itu, masih jadi misteri yang hingga saat ini belum terjawab secara pasti, baik oleh para pakar politik maupun para pengamat politik.
Seperti halnya yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dan begitu pun di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Namun, kali ini penulis membahas khusus di Provinsi Kalimantan Barat.
Di Provinsi Kalimantan Barat sendiri, politik identitas masih menjadi senjata yang sangat ampuh dalam setiap ajang Pemilihan Umum (Pemilu). Ya, penulis menyebutnya sebagai ajang karena memang merupakan ajang untuk memilih pemimpin.
Politik identitas selalu saja muncul setiap kali ada ajang untuk memilih calon pemimpin daerah atau pemimpin negara.
Ajang itu tak ubahnya seperti ajang kompetisi, di mana setiap calon (kandidat) berlomba-lomba menjanjikan dan memamerkan program-program andalannya, baik yang sudah dijalankan maupun yang akan dijalankan ketika ia terpilih nantinya.
Begitulah janji-janji politik yang tentunya biasa kita lihat dan dengar di mana pun, khususnya di berbagai platform media sosial, baik janji politik yang disampaikan oleh calon itu sendiri secara langsung maupun melalui tim sukses dan para pendukungnya masing-masing ketika musim pesta demokrasi atau tahapannya telah tiba.
Tidak terkecuali pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 yang sebentar lagi akan digelar.
Ya, memang sah-sah saja apabila seorang kandidat, tim sukses maupun para masing-masing pendukung menyampaikan janji-janji maupun program-program andalan kepada para calon pemilih, terlepas hal itu diingkari nantinya.
Namun, apa jadinya ketika para calon, tim sukses maupun para pendukung berbicara tentang SARA, maka akan lain ceritanya, dimana isu-isu SARA dapat berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat sehingga hal tersebut harus dihindari oleh setiap insan, dalam rangka agar hubungan yang selama ini telah terjalin harmonis, dapat terus harmonis tanpa ada gesekan-gesekan antara satu dengan yang lainnya.
Seperti di awal kalimat, penulis mewawancarai (wawancara cegat) seorang Pengamat Sosial Politik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, yang juga Dosen pada Universitas tersebut, yakni Dr. Jumadi.
Ia menyatakan bahwa politik di Kalimantan Barat masih kental dengan politik identitas atau dengan nama lain adalah politik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).
Menurutnya, politik identitas identik dengan si pemilih yang masih mendahulukan sisi etnis, agama, keluarga dan lain-lain.
“Untuk keluar dari lingkaran politik SARA tersebut, pendidikan politik saja tidak cukup. Harus butuh kesadaran dari masing-masing pelaku politik itu sendiri," ujar Jumadi kala itu kepada penulis dan kepala beberapa peserta UKW lainnya dari berbagai media (Pers) dan daerah di Kalbar, yang kala itu kegiatan berlangsung di aula S2 Fisipol Untan, Pontianak, Sabtu (11/08/2018).
Dr. Jumadi menjelaskan, politik identitas hingga saat ini masih jadi Pekerjaan Rumah (PR) yang belum pernah terjawab oleh semua pihak.
Menurut dia, PR tersebut baru bisa terjawab apabila elite politik atau pemimpin partai politik memiliki kejujuran atau berani bersikap jujur dalam hal politik bersih, dengan tujuan untuk mengubah negeri ini dari keterpurukan politik SARA.
“Persoalan isu SARA ada pada elite politik. Isu SARA selalu menjadi senjata yang paling ampuh saat ini bagi pelaku politik, sehingga menjadi isu yang layak jual,” jelasnya.
Jumadi menghimbau kepada para pelaku politik mulai saat ini, untuk tidak melakukan kampanye yang berbau SARA, agar suhu politik di Kalimantan Barat khususnya, tidak semakin memanas sehingga dapat menimbulkan konflik berkepanjangan.
“Saya berharap kedepannya agar PR politik SARA tesebut dapat terjawab supaya insan politik dapat mejadi cerdas sehingga tidak ada gesekan-gesekan politik di kemudian hari,” harapnya.
Ia menegaskan, tindakan SARA merupakan tindakan yang didasari oleh pemahaman sentimen mengenai suatu identitas yang menyangkut keturunan, suku, agama, tradisi dan lain sebagainya.
"Sekali lagi saya minta kepada para pelaku politik, agar politik identitas ini dihindari karena sangat berbahaya bagi masyarakat kita," ungkapnya.
Sementara di Kabupaten Kapuas Hulu sendiri, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kapuas Hulu, telah menggelar deklarasi Pilkada damai hari ini, Kamis (08/08/2024).
Deklarasi itu dihadiri oleh unsur Forkopimda setempat dan diikuti sejumlah Pimpinan maupun Kader Partai Politik (Parpol), organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi kemahasiswaan, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan petugas penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, serta beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu
Hal itu dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan pada Pilkada 2024 di wilayah tersebut, dengan harapan Pilkada 2024 ini dapat berlangsung aman, damai, berintegritas dan bermartabat.
Dalam kegiatan itu, seluruh peserta sepakat mendeklarasikan Pilkada di Kapuas Hulu berjalan aman dan damai, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi mengganggu keamanan, salah satunya ialah untuk tidak melakukan kampanye hitam atau black champaign, politik identitas, hoax dan money politik.
Deklarasi Pilkada Damai di Kapuas Hulu Tahun 2024 itu juga bertujuan untuk mensukseskan Pilkada tahun 2024.
Berdasarkan tema yang diusung yakni sinergitas elemen masyarakat Kapuas Hulu dalam mewujudkan Pilkada yang aman dan berintegritas dengan melawan politik identitas dan hoax.
Dalam kegiatan itu digelar pula penandatanganan Pilkada Damai.
Terdapat lima poin dalam penandatanganan tersebut, di mana elemen masyarakat Kapuas Hulu menyatakan dan berkomitmen untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Selain itu, turut serta mensukseskan Pilkada tahun 2024 yang bermartabat, berintegritas, jujur, adil, aman, damai dan demokratis, tunduk dan patuh pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di NKRI, menolak segala bentuk penyebaran hoax, ujaran kebencian, money politik, politisasi agama dan etnis dan bertoleransi terhadap segala bentuk perbedaan golongan etnis dan agama sebagai kultur bangsa Indonesia demi mewujudkan keamanan dan kerukunan di Kabupaten Kapuas Hulu.
Pada kesempatan itu, Waka Polres Kapuas Hulu, Kompol Dahomi Baleo Siregar, yang hadir dalam kegiatan tersebut, mengatakan bahwa pihaknya sangat menyambut baik penandatanganan dan deklarasi damai tersebut.
"Inilah yang kita harapkan untuk menciptakan situasi yang kondusif terkait rangkaian dan tahapan Pilkada sampai nanti di tanggal 27 November 2024, kita semua dapat mensukseskan Pilkada," ujarnya.
Menurutnya, siapa pun yang terpilih menjadi Kepala Daerah (Bupati/Wakil Bupati) nantinya, wajib didukung karena merupakan pilihan mayoritas masyarakat.
Terkait pengamanan dalam tahapan Pilkada sampai saat ini, ia menjelaskan bahwa beberapa hari lalu Kapolres Kapuas Hulu telah mengumpulkan para Kapolsek dan Kanit Intel Polsek jajaran, dalam rangka membahas kerawanan-kerawanan dan potensi konflik yang bisa saja terjadi.
"Mulai dari saat ini setidaknya kita sudah mendeteksi rangkaian Pilkada," jelasnya.
Adapun personil Polres Kapuas Hulu yang siap mengamankan Pilkada, Kompol Dahomi menyatakan bahwa sebanyak 584 personil dan pihaknya juga mendapat dukungan personil dari Polda Kalbar, yang terdiri dari Satuan Brimob, Satuan Sabhara dan Intelijen.
"Nanti akan ada Operasi Mantap Praja yang akan dimulai pada tahap pencalonan dan seterusnya," tuturnya.
Ia menghimbau kepada masyarakat, untuk tidak menonjolkan ujaran kebencian, hoak dan politisasi agama.
"Mari kita sama-sama membangun Kabupaten Kapuas Hulu yang kita cintai ini ke arah yang lebih baik," ajaknya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kapuas Hulu, Zainudin, selaku penggagas dan perancang kegiatan tersebut, mengatakan bahwa kegiatan tersebut bertujuan agar situasi dan kondisi perpolitikan di Kapuas Hulu dapat semakin baik dan kondusif.
"Tentunya dalam pesta demokrasi ini kita sangat berharap kepada masing-masing pihak yang terlibat dalam kontestasi politik di Pilkada Kapuas Hulu dapat menahan diri dengan baik, supaya dapat tercipta masyarakat yang aman, damai, dan rukun," harapnya.
Sebagaimana diketahui, di Kabupaten Kapuas Hulu sendiri saat ini seperti yang penulis lihat, Pilkada telah menjadi topik perbincangan utama bagi masyarakat setempat.
Salah satunya diperbincangkan di grup-grup media sosial lokal oleh warganet dan di warung-warung kopi oleh warga setempat, di mana para pendukung dari masing-masing bakal calon kandidat telah menggaungkan dan mempromosikan jagoannya.
Tidak dipungkiri, tampak pula adanya perdebatan-perdebatan kecil pada masing-masing pendukung. Penulis menilai bahwa hal itu masih dalam tahap wajar.
Lalu bagaimana dengan isu (politik) SARA?
Di Kapuas Hulu sendiri, isu SARA sampai saat ini masih belum terlalu ekstrim. Ada, tapi tidak begitu digubris. Sama seperti Pilkada sebelumnya yang baru lepas, di mana saat itu isu SARA nyaris tidak laku di pasaran politik Kapuas Hulu.
Namun, ada isu yang cukup menonjol, yang informasinya penulis terima dari beberapa orang bahwa ada sejumlah baliho dari salah satu bakal pasangan calon yang telah terpasang di beberapa tempat, dirusak oleh orang tak dikenal.
Sepengetahuan penulis, merusak atau menghilangkan alat peraga kampanye, yang salah satunya adalah baliho, merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan atau perbuatan yang melanggar hukum. Sebab, alat peraga kampanye (APK) adalah salah satu media kampanye dalam Pemilu atau Pemilukada, untuk mensosialisasikan diri oleh peserta Pemilu kepada masyarakat.
Dalam undang-undangnya jelas diatur. Kalau tidak salah ya, maklum lah penulis kan bukan Komisioner Bawaslu dan bukan pula orang yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang hukum.
Undang-undang yang mengatur hal tersebut yakni undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat (1) huruf g menyebutkan bahwa pengrusakan dan penghilangan APK Pemilu 2024 merupakan tindak pidana Pemilu walaupun untuk saat ini pihak Bawaslu belum memiliki kewenangan untuk menindak hal tersebut karena Pilkada belum memasuki tahapan kampanye.
Dalam Undang-undang Pemilu tersebut memang tidak mengatur perusakan APK oleh masyarakat, namun yang diatur hanyalah pelaksana peserta Pemilu dan tim kampanye. Namun, masyarakat yang merusak APK dapat dipidana melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pelaku perusakan APK dapat dikenai sanksi penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Tentunya, banyak pihak berharap agar Pilkada tahun ini tidak terjadi pelanggaran maupun kegaduhan sehingga berjalan aman dan damai.
Penulis: Noto Sujarwoto